Musim Semi di Rotterdam

WAKTU menjadi sesuatu hal yang dianggap sakral bagi sebagian orang. Di mana mereka menjadikannya sebagai acuan perhitungan dasar untuk melakukan segala hal yang terus berjalan dan memiliki batas. Pertemuan, perpisahan, bahkan kehidupan manusia sendiri yang memiliki tenggat, yang pada akhirnya akan disatukan pada benang merah saat menjalankan kesemuanya. Menjadikan manusia akan terus bergerak, dalam perputaran waktu yang tergolong cepat. 

Dimulai dari saat dilahirkan ke dunia, menjadi balita, remaja, orang dewasa, hingga tua renta, menjadi realitas waktu yang dialami setiap manusia di muka bumi. Yang kemudian memaksa manusia untuk tetap bergerak, walau terkadang hanya tetap berada di tempat. 

Namun hal itu tidak berpengaruh pada kehidupan Carolina Elsje Carmen, Karina, seorang gadis blasteran indo-belanda yang melanjutkan studi masternya di kota kelahiran sang Mama, Rotterdam. Sudah hampir setahun ia mengenal Keenan Alejandro Nugroho, laki-laki asal Indonesia yang satu kampus dengannya, namun ia masih belum mendapatkan perhatian Keenan sampai saat ini. 

Karina dan Keenan adalah teman baik sejak semester pertama di musim gugur September 2021 lalu. Saat sedang menuju perpustakaan di gedung belakang, Karina tidak sengaja melihat Keenan kebingungan mencari kelasnya. Singkatnya mereka berkenalan dan janji bertemu di kantin yang berada tak jauh dari fakultas Keenan. Keenan menjadi salah satu mahasiswa yang tinggal sendiri di Rotterdam sementara semua keluarga besarnya di Indonesia. Entah apa yang melatarbelakangi laki-laki itu hingga akhirnya memilih untuk melanjutkan studi di sini.

"Aku ke sini untuk berpikir lebih dalam, mengenali makna dari sebuah perasaan." katanya sambil memasukkan laptopnya ke dalam tas. "Sebelum akhirnya benar-benar yakin pada sebuah keputusan yang akan merubah duniaku secara keseluruhan."

Karina tidak tahu maksud dari ucapan Keenan yang sebenarnya waktu itu. Yang jelas, setahu Karina, Keenan sedang menjauh dari masa lalu sebuah hubungan sampai akhirnya mendaratkan tubuhnya di sini, membuat kepalanya pusing dengan segala rumusan urbanisasi dan permesinan yang tidak dipahami Karina. 

Tidak sedikit waktu yang dihabiskan Karina dan Keenan selama di Rotterdam. Makan siang di kantin dekat fakultas Keenan, bersepeda ria sepulang kampus sambil melepas penat di sekitaran taman, atau menonton film sebulan sekali, sangat meyakinkan Karina bahwa Keenan benar-benar sedang ingin melupakan masa lalunya, kemudian melihat masa depan bersama dengan dirinya.

Betapa naifnya perasaan Karina.

Sejak September 2021 sampai dengan tahun berikutnya, kehidupan Karina yang semula tentram dan aman untuk melakukan segala sesuatunya sendiri, tiba-tiba saja berubah seratus delapan puluh derajat setelah Keenan hadir dalam hidupnya. 

Laki-laki itu selalu muncul saat Karina membutuhkannya. Seperti ketika Karina sedang pusing saat berhadapan dengan mata kuliah berbau ekonomi, kemudian Keenan yang siap membantu saat rantai sepedanya melonggar, atau sekadar inisiatif membawakan ransel kecil milik Karina setiap kali ia membawa tumpukan buku setelah pergi dari perpustakaan. Hal-hal kecil yang membuat Karina sadar bahwa, terkadang ia butuh bantuan kecil seperti ini yang membuat hatinya berdebar.

Terakhir kali Karina ke Indonesia adalah saat kelulusan SMP beberapa tahun silam. Ia sempat tinggal di Jakarta bersama ayahnya sebelum kedua orangtuanya bercerai dan akhirnya memutuskan untuk ikut dengan ibu dan neneknya tinggal di Belanda. Sejak itulah kehidupannya hanya direpoti oleh ibu dan neneknya yang memiliki usaha laundry di Amersfoort. Sebuah kota kecil di Belanda yang jaraknya sekitar 17 jam dari Rotterdam.

Cukup banyak Karina mengenal orang Indonesia, namun tidak pernah ia bertemu dengan orang seperti Keenan. Entah apa yang membuat Karina tertarik dengannya selain lesung pipi yang terlihat di wajahnya. Mungkin saat mendengarkan Keenan bercerita tentang kehidupannya di Indonesia yang membuatnya tiba-tiba rindu untuk mencicipi nasi goreng sambal matah, atau saat melihat Keenan tertawa lepas ketika mendengarkan Karina bercerita tentang masa kecilnya yang pernah dijahili oleh anak kecil kompleks saat ia masih tinggal di Kebayoran Lama. Entahlah, mungkin saja Karina merasa dekat dengan Indonesia saat berada di dekat Keenan. Terlebih seperti ia merindukan ayahnya yang saat ini sudah meninggal dunia. Membuat Karina tidak pernah lagi berkunjung ke Indonesia walaupun hanya untuk berlibur. 

Sering juga Keenan mampir ke rumah walau hanya untuk menyapa Oma dan memasak nasi goreng sambal matah yang sekarang menjadi kesukaan Karina. 

"Keenan laki-laki yang baik, beda sekali sikapnya dengan Ayahmu dulu." Mama dan Oma terkadang menggoda Karina dengan mengucapkan hal tersebut saat melihat Keenan memasak. 

"Kau harus coba berkencan, kali ini Mama dan Oma mendukungmu seratus persen." Ibu dan neneknya membuat halusinasi yang tumbuh di dalam kepala dan hati Karina merekah, seperti bunga-bunga bermekaran dengan berbagai macam warna di Trompenburg Botanic Garden. 

Tidak sedikit juga kanvas kecil Karina yang selalu dibawanya ke manapun ia pergi, terisi oleh potret wajah Keenan sedang apapun laki-laki itu terlihat. Entah hanya goresan pensil sederhana yang menggambarkan wajah tampan Keenan, ataupun lukisan berwarna. Ada salah satu lukisan berwarna Karina yang ia gambar saat keduanya berada di Outdoor Valley. Mereka sedang piknik kecil-kecilan untuk merayakan ulangtahun Karina yang ke dua puluh lima. Musim semi di bulan April. 

Saat itu, sepulang kampus mereka berjanji temu di Outdoor Valley sambil membawa perbekalan masing-masing. Karina membeli Pizza dari toko Sir Antonio--satu-satunya kedai pizza enak dengan chef asli dari Italia di Rotterdam. Sementara Keenan membawa kue kukus buatannya setelah Karina memintanya harus membawa masakannya sendiri.

Ah, laki-laki itu memang pandai memasak. 

Langit berwarna biru cerah, Karina dan Keenan berbicara banyak sekali hal mulai dari masa kecil Keenan di Yogyakarta yang selalu oleh diganggu gadis kecil bermata bulat yang sungguh membuatnya gemas, kehidupan Keenan yang selalu berpindah kota selama di Indonesia setelah Keenan lulus SMP, hingga pertama kalinya Keenan diajarkan memasak oleh Ibu saat ia mendapatkan kelas Tata Boga tambahan saat SMA. Kehidupan Keenan yang membuat Karina semakin yakin bahwa Keenan pantas menjadi masa depannya. 

"Lihat langit sorenya bagus!" ujar Keenan saat melihat bagaimana langit biru cerah yang kemudian perlahan dicampur oleh warna oranye dan merah muda. Karina mengeluarkan kanvas kecilnya dan mulai menggoreskan pensilnya. Ia menggambarkan suasana sore itu dengan perasaan yang berbunga dan merekah ria seperti bunga-bunga yang tumbuh di pinggir danau Outdoor Valley. Sosok potret Keenan yang dilukiskan dari belakang sambil menunjuk langit sore yang berwarna oranye keemasan bercampur merah muda.

Karina tersenyum, ikut menyaksikan apa yang Keenan lihat dari balik kanvas kecilnya. Sesaat ia berhenti, memejamkan mata. Kepalanya menengadah ke angkasa. Hamparan rumput hijau kekuningan yang terbiaskan cahaya matahari sore yang sebentar lagi pergi. Karina menyimpan rapat-rapat saat itu dengan perasaan bahagia. 

Hingga kemudian matanya terbuka, bukan pemandangan Outdoor Valley lagi yang ada di depan matanya. Ia kembali ke masa sekarang, dua tahun kemudian setelah tahun-tahun pertemuan pertamanya dengan Keenan. Duduk di sebuah kafe di Amsterdam dengan waktu yang amat terbatas. Kenapa waktu suka sekali mempermainkan dirinya?

"Maaf, sampai mana ceritamu tadi?" ujar Karina melihat wajah Keenan yang berubah sebal saat ia tahu bahwa Karina tidak mendengarkan ia bercerita. 

Sebelum kembali mendengarkan cerita Keenan, izinkan Karina kembali pada salah satu memorinya satu tahun lalu, sebelum ia dan Keenan wisuda. Sebelum Keenan kembali ke Indonesia untuk memboyong serta kedua orang tuanya datang ke Rotterdam. Menyaksikan anaknya memakai toga, sedikit catwalk saat mendengar nama Keenan Alejandro Nugroho dipanggil naik ke podium dan diresmikan kelulusannya. 

Karina dan Keenan bertemu di Trompenburg dua hari sebelum Keenan pulang ke Indonesia.

Karina memberikan Keenan sebuah gantungan kunci berbentuk astronot, lengkap dengan roketnya. "Ke manapun kau pergi, ingatlah bahwa kau adalah seorang astronot Alejandro."

"Maksudnya?"

"Kau adalah seorang petualang, sementara aku roketnya. Pergilah sejauh yang kau mau dan kau suka, tapi tanpa roket ini, perjalananmu bukan apa-apa. Ingatlah bahwa aku akan terus berada di dekatmu seperti seorang astronot yang selalu membutuhkan roketnya untuk pulang." Karina tersenyum.

"Oh, Elsje..." wajah Keenan berubah tidak enak. Tangannya bergetar saat menerima hadiah pemberian Karina.

"Ada apa?"

"Aku bingung bagaimana menjelaskan ini padamu."

Perasaan Karina mulai tidak enak. Ia mulai takut menghadapi Keenan dan apapun yang akan diucapkan setelahnya. "Apa maksudmu?"

Keenan menarik napas yang cukup panjang. Ia sungguh tidak tega mengucapkan apa yang harus disampaikannya. "Carolina, aku ingin minta maaf jika selama ini apa yang aku lakukan terhadapmu membuatmu salah sangka. Aku benar-benar ingin berteman baik denganmu di sini, seperti teman yang lainnya."

Karina mematung di hadapan Keenan. Ketakutannya benar-benar menjadi kenyataan. Jika ia menarik mundur pada saat-saat bersama Keenan, banyak sekali waktu yang selalu ia paksakan pada Keenan. Terlebih ketika ia mengundang Keenan ke rumahnya dan memintanya memasak dengan alasan Oma yang sakit dan rindu masakan Indonesia. Atau ketika ulang tahun Karina, gadis itu juga meminta Keenan hadir menemaninya sambil membawa makanan untuknya. Oleh karena itu Keenan asal membuatkan bolu kukus untuk Karina. 

Karina benar-benar hidup dalam imajinasinya sendiri. Cerita ia bersama Keenan lengkap sudah tertulis di dalam kepalanya dan berhasil ia wujudkan satu per satu. Meski Karina tahu bahwa Keenan adalah salah satu manusia yang tidak pernah bergerak dalam putaran waktunya. 

Kini giliran Karina yang terdiam mendengarkan penjelasan Keenan satu per satu yang kemudian diakhiri dengan ia yang mengembalikan hadiah pemberian Karina. Laki-laki itu juga memberikan kanvas yang diberikan Karina untuknya saat hari ulang tahun Karina di Outdoor Valley. 

"Aku tidak bisa menyimpan ini semua. Kau ingat kenapa aku memutuskan untuk mengambil kuliah di sini?" ujar Keenan. "Pada akhirnya, aku benar-benar sudah yakin pada sebuah keputusan yang akan merubah duniaku secara keseluruhan." lanjutnya. 

Ucapan yang keluar dari mulut Keenan bagaikan pedang tajam yang dihunuskan ke dadanya berkali-kali. Lubangnya sungguhlah dalam dan menimbulkan aliran darah tidak terlihat yang saat ini sudah membanjiri setengah tubuhnya yang berdiri kaku. Namun Karina tidak boleh menunjukkan kesakitannya di depan Keenan. Ia menggenggam pedang itu dan menariknya perlahan. Dijadikannya pedang itu sebagai tumpuan untuknya bisa berdiri tegak tanpa mengeluarkan tangisan sedikitpun. 

"Rumah itu tidak selalu tentang pasangan, Alejandro. Maksudku, kau bisa menyimpan ini sebagai cinderamata dari Rotterdam dan silakan gunakan roket ini lagi untuk kembali berkunjung ke sini."

Keenan melihat Karina dengan tatapan bingung.

"Simpanlah, kau akan selalu membutuhkan roket untuk terbang dari Jakarta ke Rotterdam." Karina mencoba tersenyum kecil. "Berjanjilah kau akan selalu menjadi teman baikku yang selalu bingung saat mencari jalan." Karina mengangkat jari kelingkingnya, mengajak Keenan membalas janji atas apa yang diucapkannya.

Keenan tersenyum, melilitkan kelingkingnya juga diantara kelingking Karina. "Maaf jika aku menyusahkanmu selama di sini dan maaf jika aku selalu salah sangka atas apa yang terjadi."

"Nevermind." Karina tertawa kecil. Sekuat mungkin ia mencoba agar air matanya tidak keluar, namun tangis itu tetap saja tidak terbendungkan lagi. Disela-sela senyum kecilnya, tetesan air meluncur dari sudut matanya. Ia menjadikannya sebagai tangis haru karena akan berpisah dengan teman baiknya sebentar lagi. Janji yang tidak pernah ingkar sampai setahun setelahnya. 

Keenan benar-benar berubah sepenuhnya. Waktu tidak pernah berputar dalam hidup Karina sejak saat itu. Karina hanya tinggal di sudut memorinya yang di mana isinya hanya ia dan Keenan. Tanpa perlu orang lain tahu, tanpa perlu orang lain terlibat. Hingga setahun setelahnya, Keenan mengajak Karina kembali bertemu di Amsterdam untuk terakhir kalinya, sebelum kehidupan Keenan berubah sepenuhnya. 

Karina mendengarkan laki-laki itu bercerita panjang lebar kehidupannya setelah pulang dari Rotterdam, bertemu keluarga besarnya, dan bercerita tentang perjodohannya dengan seorang gadis dari masa kecilnya. Gadis kecil bermata bulat yang selalu Keenan ceritakan. Betapa misteriusnya waktu kembali mempertemukan Keenan dengan gadis kecil bermata bulat itu yang kini sudah berubah menjadi gadis beruntung bisa mendapatkan hati Keenan. Wajah Keenan riang berseri saat menceritakan gadis itu dan pertemuannya kembali setelah bertahun-tahun tidak bertemu.

Karina mencoba ikut bahagia mendengar cerita Keenan karena ia sudah berjanji dengan laki-laki itu untuk selamanya. 

"Aku ingin kau hadir di hari bahagiaku."

Ucapan Keenan yang membuat kepalanya kembali menarik Karina pada momen ulang tahunnya, sore hari di Outdoor Valley. Ditemani langit cantik berwarna oranye bercampur merah muda. 

"Langit sore hari itu, indah bukan?"

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

a bad catch.

Cerita Tentang Matahari yang Tidak Terbit, Tak Juga Tenggelam